Lagi-lagi soal profesionalitas
Kedekatan dengan seorang teman kadang salah dipahami oleh orang lain. Padahal pertemanan itu benar-benar tulus. Terjalin begitu saja. Tak ada dorongan nafsu. Tapi saling membutuhkan.
Orang lain adalah pihak luar yang melihat segalanya dari kacamata the outsider. Melihat kedekatan seorang laki-laki dan perempuan yang terjalin dengan hubungan pertemanan dengan pandangan lain. Apa yang dilihatnya adalah basa-basi untuk menutup kedok yang sebenarnya. Status pertemanan adalah cara untuk pengaman jalannya hubungan yang sebenarnya tengah terjalin.
Sungguh picik jenis orang lain seperti itu. Tak bisa melihat keadaan sebenarnya. Tak mau melibatkan ke dalam, tapi sudah memberikan penilaian.
Memang sering kecurigaan seperti itu benar-benar terjadi. Status pertemanan hanya menjadi topeng semata. Kata sebuah judul yang lagi ngepop, TTM, Teman Tapi Mesra. Tapi, tidak lantas kemudian bisa digeneralisir. Masalahnya, bila itu tidak terjadi, maka pihak yang dicurigai itu akan merasa serba salah. Orang nggak ada apa-apa, sebatas jalan bareng, duduk bareng, kok bisa dicurigai pacaran, menjalin hubungan.
Persoalan lagi, kalau salah satu pihak ternyata sudah ada gandengan. Wuah isu itu bisa menjadi pangkal keretakan hubungannya dengan kekasihnya itu. Celaka lagi, kalau kekasihnya itu juga melihatnya sebagai the outsider, sama seperti orang-orang yang berpikiran picik itu, maka dia akan dengan mudah termakan hasutan. Jeles melihat si do'i jalan bareng orang lain. Apalagi orang lain itu adalah teman karibnya sendiri.
Aku pernah berada dalam posisi ini. Aku tak habis pikir kalau kekasih temanku, yang juga lumayan dekat denganku, jeles sama aku. Memang dia nggak ngomong langsung. Tapi aku bisa menangkap dari sikapnya. Aku kadang ingin memakinya. Dasar lu nggak profesional! Tapi persoalan kayak gini emang susah. Seperti ejekan yang waktu itu kulontarkan pada seseorang yang mencampurkan urusan organisasi dengan urusan pribadi. Aku pun mungkin bila berada dalam posisi ini juga tak bisa menjadi profesional.
Aku punya pengalaman dari sana, mengatakan orang lain nggak bisa profesional, tapi aku sendiri juga nggak bisa melakukan hal yang sama, seperti tuduhan serupa yang kemudian balik dilontarkan padaku. Untuk kasus yang itu, aku emang rada keterlaluan menuduhnya nggak profesional. Buat seseorang itu, aku mohon maaf.
Selanjutnya, Ujung-ujungnya sikapnya menjadi dingin. Selalu saja ada alasan untuk menyangkal bahkan menyerang dan mencari kelemahan orang yang membuatnya dongkol itu.
Entah apa mungkin ada rasa curiga dalam hatinya. Ada rasa was-was kalau-kalau kekasihnya itu akan kurebut. Ah aku jadi serba salah. Kalau begini siapa coba yang nggak bisa profesional.
3 penitip luka:
Thanks kawan,
betapapun kau kawan dekatku, tapi aku tidak sepakat denganmu.manusia tak sempurna.begitupun dia yang kau kenal sangat profesional.dalam hal ini tidak.itu wajar.nggak salah kok.begitupula kau yang berada di pihiknya, juga tak ada yang salah.wajar juga.oleh karenanya tak akan bisa profesional selama ada kedekatan emosional.itu saja.trims.
9:00 PM
ikutan komentar ah...
kalau ini soal posting "PNS" dan "Topeng" yang kukritik habis itu, jawabannya adalah karena kedua posting itu memang tidak profesional.
Mengapa tidak profesional, sudah kutulis argumentasinya di milis. Menurutku argumentasi itu sudah cukup. Tidak perlu diulangi lagi di sini. Dan aku pikir, seorang yang berpikir jernih insyaallah bisa melihat ada penilaian intelektual yang jujur di situ (meski gaya bahasanya memang agak nylekit).
Bisa jadi, yang nylekit itulah yang lebih terekam dalam benakmu ketimbang substansi argumentasinya. Kuharap aku salah. Soalnya kalau benar, menyedihkan sekali. Sebab itu berarti justru dirimulah yang tidak profesional.
Dalam soal duit Rp 1,5 juta, kalau kau masih ingat, kepadamu-lah emailku tertuju. Status Leny hanya cc, sekadar tembusan. Bahkan, kaulah yang pertama kali kuberitahu soal utang itu. Leny justru tahu belakangan. Sebab, soal duit itu adalah soal organisasi, dan kaulah yang jadi pemimpin organisasi itu. Jadi kau yang berhak tahu lebih dulu.
Bahwa aku marah karena soal itu dibuka ke publik, maka I think, professionaly, kaulah yang harus didamprat. Sebab, bukankah memang kepadamu pertama kali aku membereskan urusan duit itu?
Tapi kalau yang dimaksud di sini bukan soal "PNS" dan "Topeng", atau duit Rp 1,5 juta, aku tidak bisa berkomentar banyak. Mungkin masih ada fakta lain yang aku lupa sebutkan di sini. Silakan japri ke emailku (sibasf@gmail.com) kalau mau mendiskusikan soal 'profesional' ini secara lebih terbuka dan bersahabat.
Btw, kau mungkin tanya: kenapa aku memberi komentar sepanjang ini? Apakah ini karena aku ada sentimen pribadi terhadapmu?
Jawabannya: ya.
Tapi, bukan sentimen soal cinta atau perempuan. Melainkan sentimen yang sifatnya profesional. Yakni: aku memang sentimen kepada mereka yang meragukan kecerdasan intelektualku. Apalagi kalau penilaian itu menurutku ngga cerdas dan picik.
9:44 PM
thanks sudah mampir ke sini. maaf kalau ada penilaianku yang kurang tepat.makasih atas klarifikasinya.
Salam,
Udin
8:02 AM
Post a Comment
<< Kembali ke gerbang luka