EMBUN KEHIDUPAN: Maaf Kawan, Sekarang Aku Mendua

Sunday, January 22, 2006

Maaf Kawan, Sekarang Aku Mendua

Tak terasa sudah hampir sebulan aku bekerja. Aku tak bisa menolak hatiku saat ini bercabang. Pekerjaan dan organisasi. Semula aku telah berkomitmen tak akan meninggalkan hayamwuruk (HW), organisasi yang telah lama kugeluti, sebelum tanggungjawabku di sana kuselesaikan. Tapi saat ini aku harus mulai menerima kenyataan bahwa aku tak maksimal lagi di organisasi. Aku sadar ini konsekwensi dari keputusan yang telah kuambil.

Sore tadi, aku menyinggung perihal Raker ketika ngobrol dengan seorang kawan di hayamwuruk. Aku katakan rencanaku untuk menggelar Rakerlub (Raker Luar Biasa) setelah penerbitan majalah. Aku menangkap adanya kecemasan di raut mukanya. “Jangan bilang karena kau sekarang sudah bekerja, “ ungkapnya.

Ucapannya itu amat mengusik kegelisahanku. Aku tahu aku masih punya tanggungjawab untuk menerbitkan satu edisi majalah setelah penerbitan yang direncanakan bulan Februari. Aku pun tak rela sebenarnya jika tak memenuhi target penerbitan itu. Aku masih sangat ingin menulis, dan yang jelas aku tak ingin meninggalkan organisasi ini dengan kesan yang tidak baik. Apalagi saat ini organisasi ini memang benar-benar tengah mengalami krisis personal. Kurangnya orang, terutama dari segi kematangan.

Maka aku pastikan ke dia, bahwa aku tetap akan di organisasi yang telah lama kugeluti ini, setidaknya sampai aku menyelesaikan studiku. Sebelum aku benar-benar tak punya waktu lagi. Kurasa saat ini aku masih punya cukup waktu. Lagian pekerjaanku tidak full time. Seusai kerja toh aku juga langsung ke HW, tak ke mana-mana. Tak juga untuk berkencan. Tapi memang, sekarang aku tak bisa lagi seutuhnya mencurahkan perhatianku untuk organisasi, seperti satu tahun lebih yang telah kujalani di sini, kucurahkan hampir semua waktuku, bahkan kukalahkan waktuku untuk kuliah, untuk keluarga, dan sekali-kali untuk mencari hiburan. Meski satu tahun lebih yang telah kulakukan, kukorbankan selama ini, belum cukup membuahkan hasil.

****


Pagi tadi aku bermain voli bareng teman-teman kerjaku. Tak ada persiapan istimewa. Kami baru kegalagapan setelah tahu lawanya ternyata tim yang bagus. Mereka dari bagian HRD. Rata-rata masih muda, sama dengan kebanyakan anggota tim kami dari bagian CyberNews (Intenet). “Ah, kalian paling-paling cuma bisa bermain di depan komputer, “ ejek salah seorang dari tim lawan sambil brgurau.

Pertandingan berjalan cepat. Umpan-umpan bola tak bertahan sampai lama. Bisa ngembalikan servis saja sudah untung, haha. Set pertama kami kalah telak. Entah berapa skornya, yang pasti kami jauh tertinggal dari poin tim lawan. Set kedua kami memberikan perlawanan. Bahkan kami sempat unggul beberapa poin. Tapi akhrnya terkejar juga. Ya, kami tak dapat memperpanjang permainan untuk membayar kekalahan.

“Ayo foto-foto dulu, “ teriak seorang kawan. Foto untuk apa, merayakan kekalahan, gumamku. Satu-satunya kru cewek di tempat kami bekerja yang juga hadir memberikan dukungan, memoret kami berkali-kali. Meski kalah, tapi orang-orang itu tetap ceria. Entah sebenarnya, atau itu hanya cara untuk menghibur diri.

“selama Cyber berdiri sejak tahun ’96, kita baru kali ini kalah, hebat nggak?, “ tanya seorang kawan.
“ betul juga, ini nanti bisa kita laporkan di rubrik berita dari Pandanaran, “ salah sorang kawan lain menimpali.
“nah, baru dibagian akhir tulisan katakan kalau kali ini juga pertama kali main bagi kita. Artinya pertama kali maen, langsung kalah, hahaha”
“pembaca pasti akan bilang, assssu tenan”.

Kami terasa begitu akrab. Aku juga merasakan demikian, setidaknya sebagai satu-satunya orang baru. Aku merasa sebaya dengan rekan-rekan kerjaku, yang usianya mungkin terpaut jauh di atasku.

****
Aku terbangun dari tidur setelah kudengar suara sesorang membangunkanku. Rupanya aku telah cukup lama tertidur. Aku belum sholat Dhuhur, dan waktu Ashar juga sudah mau habis. Segera saja aku ke kamar mandi, cuci muka, sholat, dan cari makan. Kutinggalkan kawan yang membangunkanku itu seorang diri.

Inbox sms di hp ternyata juga menumpuk. Aku lagi tak ada pulsa. Sms-sms itu tak satu pun kubalas. Diantaranya satu sms dari teman baru. “oui, bangun…….,” bunyi sms itu. Ya, kuingat tadi pagi aku belum kelar menelponnya, sebelum jaringan telpon itu bermasalah. Akhirnya aku menutup pembicaraan. Tak lama kemudian seorang kawan datang. “Kau belum siap-siap, jam delapan kita main, “ ucapnya. Aku tak menjawabnya, kutinggalkan saja orang itu, sembari menggrutu. Habis semalam aku masuk kerja. Ini juga baru bangun. Masih capek, ngantuk, eh diminta ikut main juga.

Kukembali lagi kebasecamp. Kudapati kawan itu sedang mengetik di depan komputer. Aku basa-basi menanyaina tentang hasil liputan teman-temannya di Hawe Pos. Akhir-akhir ini jarang kudapati kru Hawe Pos nongol di HW. Entahlah, ada gerangan apa dengan mereka. Seperti biasa, aku kali ini juga mendengar kabar yang kurang baik. Selalu saja ada orang mengeluh. Seperti di buku refleksi itu. Orang-orang berkeluh kesah, pesimis, hahah…. aku bosan mendengarnya. Aku sendiri juga lagi kacau. Aku sendiri juga tengah galau, bimbang, tak pasti, menjalani pekerjaan setengah-setengah, tak ada yang tuntas……

Andai saja aku tak punya tanggungjawab di HW, pasti sudah kuterima tawaran untuk mengisi beberapa rubrik, dalam rapat redaksi kemaren. Kukira itu kesempatan yang amat bagus. Tapi akhirnya aku hanya menyanggupi tiga rubrik. Itu pun yang kurasa tak banyak turun ke lapangan. Entahlah, apakah orang yang membawaku ketempat kerja itu, yang telah membukakan peluang untukku itu, kecewa. Tapi kurasa dia bisa mengerti, karena dulu pernah merasakan susah-senangnya di HW, seperti yang tengah kujalani saat ini.

Aku masih berharap, aku bisa melakukan yang terbaik buat organisasiku ini. Aku ingin melihat orang-orang tersenyum ketika aku benar-benar pergi. Tak ada lagi orang mengeluh. Tapi masing-masing justru saling memberikan semangat. Satu sama lain dekat, saling memiliki, satu rasa seperti satu keluarga. Dan aku ingin melakukan seperti yang telah dilakukan oleh orang yang telah membawaku kedunia kerja seperti sekarang ini pada kalian. Karena aku telah menganggap komunitas ini seperti keluarga, seperti hubungan kakak dan adik atau sebaliknya.

Kawan, aku memang egois. Pada akhirya lebih memilih karir. Kurasa kalian pun kelak akan butuh hal ini. Tapi aku masih ingin bersama kalian, membagi waktuku, perhatianku, yang saat ini bukan hanya untuk kalian seorang lagi, setidaknya sebelum aku benar-benar tak punta waktu lagi untuk kalian.

4 penitip luka:

Anonymous Anonymous goreskan luka...

Minta maafnya kepada mahasiswa sastra lah. kan mereka pemegang sahamnya.

2:14 AM

 
Blogger bulanhijautua goreskan luka...

wah, berarti gajiannya dibagi-bagi dunks....

makan-makan.....

12:43 AM

 
Anonymous Anonymous goreskan luka...

ini bukan permasalahan maaf-memaafkan, tapi lebih pada tanggung jawab dan kesadaran.

kalau pingin bisa segera fokus ke kerja, ya terbitkan majalah secepatnya! langkah kedua minta cuti satu bulan, terus kebut Hawe. langkah ketiga... mengikuti pilihan Haye.

atau... loh? kok aku yang jadi mikir ya? pengurus hawe lainnya aja gak mikirin itu kok. apalagi mahasiswa sastra.

jadi, santai aja Din. Posisimu aman!!! pecahkan rekorku ya?

debukaki

5:38 AM

 
Blogger udin goreskan luka...

terima kasih atas komentar dan masukannya. Mr. Basf, Capung (anakan), dan Om Debukaki.

Sering kudengar keluhan tentang kelesuan dan kesepian di HW. Orang-orang pada tak nongol. Ada yang bilang sedang KKL, ada yang sedang liburan, dan ada yang lagi malas.

Bermalam-malam, akhir-akhir ini, aku sering tiduran seorang diri di HW. Memang HW adalah rumah pertamaku.

Sepulang kerja, yang tiap hari sekitar 5-6 jam, aku langsung kembali ke rumah itu. Kontrakanku sudah habis. Belum kuperpanjang lagi. Yah, sesekali pulang sekedar untuk mencuci baju, atau cari hiburan.

"apa kau tak takut tidur sendirian di sini, mas, "tanya seorang kru magang dengan polosnya.

"kok HW makin sepi aja. Tiap hari ke sini paling yang ada hanya kamu, kalau nggak mas lely, atau yang itu-itu saja, " tanyanya lagi.

Dua pertanyaan itu seperti yang tertulis di buku refleksi yang hanya diisi oleh satu-dua-tiga orang saja.

Belum sempat aku jawab, seorang kawan sudah menjawab pertanyaan itu.

"bukan kesepian yang harus ditangisi, tapi apakah ada kehidupan di sini?"

Yah, dua masalah itu rupanya yang menakutiku tiap malam. Kesepian dan hampir tak adanya tanda-tanda kehidupan. Lebih menakutkan ketika malam-malam sendirian di kampus, kecuali satpam yang entah sudah terlelap di pos depan sana.

Kemarin aku kirim sms ke beberapa kru Hawe Pos. Tabloid itu kini tengah dalam penggarapan edisi 14. Kru magang 2004 yang lebih banyak terlibat di lapangan. Sementara pengelola Hawe Pos yang didisi oleh angkatan 2003 sebagai koordinator sekaligus perangkum liputan.

Yang sangat disayangkan, para koordinator itu bermental seperti bos. Mereka hanya memerintah tapi tidak memantau, boro-boro turun ke lapangan. Saya yang kebetulan sering di HW sering menerima keluhan itu. Berulangkali harus memberikan pengarahan pada anak-anak itu.

Ini tak terjadi sekali. Tapi sejak edisi pertama tabloid itu. Dan ini mau yang ke-4. Saya bener-benar tak bisa menahan kesal, disaat benar-benar mau konsen nulis, masih harus ngejar-negjar sampai ngurusi liputan anak Hawe Pos.

Akhirnya kukirim sms itu. Kali ini bunyinya tak seperti biasanya sms yang kukirim.

"sesibuk apa sih kalian hingga tak ada waktu lagi untuk sekedar memantau anak2 magang. pembimbing yang baik selalu ada ketika dibutuhkan."

Seorang kawan usul untuk segera diadakan rapat umum. Aku sepakat, tapi tidak saat ini. Aku ingin pikiranku terpecah oleh yang lain. Ini sudah benar2 mendesak. Majalah harus segera terbit.

Entahlah, meski seorang kru sendiri pesimis majalah itu akan segera bisa diterbitkan. "bulan lima kukira waktu yang realistis, " ucapnya.

Meski sangat terseinggung dengan ucapan itu, saya tak membalasnya. Tapi, insya alloh akan membuktikannya, bahwa majalah itu bisa segera terbit.

Jadi, kawan-kawan, syukur selama ini, hampir dua bulan, saya masih bisa menjalani aktivitas di HW seperti biasanya.

Saya masih sangat mudah ditemui. Saya masih sempat untuk sekedar bergurau dengan anak-anak magang. Tak seperti para pejabat Hawe Pos atau pejabat Hayamwuruk lainnya yang hanya dengan alasan kuliah atau KKL lah, tapi sudah sok sibuk.

Yah, daripada terus-terusan mengeluh, lebih baik saya memberikan kata-kata indah yang enak didengar. Tentu dengan harapan bisa menimbulkan semnagat baru, meski dengan carut-marut kondisi sekarang ini.

Thanks

3:29 AM

 

Post a Comment

<< Kembali ke gerbang luka