episode sedih#1
Aku telah siap apa yang akan kusaksikan. Sebuah ruang gelap, bersekatan ruang-ruang sempit. Sepasang mata langsung memburu arah cahaya dari balik pintu yang baru saja dibuka oleh petugas yang mengantarkanku siang itu. Kutemukan wajah yang tak asing lagi tepat beberapa meter di depan pintu itu. Ya, aku sangat mengenalinya. Kau.....
"Bagaimana kabar rumah, Ibu sekarang sakit...?"
"Aku salah. Aku khilaf. Aku salah...." ucapmu beberapa kali.
Aku memegangi tanganmu erat-erat. Ingin sekali kumemelukmu, menggendongmu pulang, setelah kuhancurkan jeruji yang memisahkan kita. Kemudian mengajakmu bermain di sawah seperti waktu aku masih kecil. Kau menggendongku dibalik punggungmu. Kau mengajariku bermain layang-layang. Seharian kita bermain tanpa lelah. Kita tertawa riang.
Tapi kini kau membuat airmataku menetes. Aku kecewa sedalam-dalamnya pertama kali mendengar kabarmu di siang itu. Ingin sekali aku menghajarmu, memberimu pelajaran agar kau menyadari betapa kau telah menyakiti orang yang kita sayangi, kita banggakan. Ingin sekali kuhajar setan di kepalamu itu. Aku geram. Tapi aku iba menjumpai keadaanmu saat ini. Aku tak sanggup menyembunyikan kepedihanku.
Kutahu, ini akan menjadi hari-hari berat bagimu. Hari-hari penuh penyesalan yang kausadari telah terlambat. Nasi sudah menjadi bubur. Dan tahukah kau, betapa sulitnya kami yang di luar sana menutup telinga, menutup mata, menghindari kerumunan orang? Aku ingin menjadi topeng bagi mereka, menanggung beban segala dosamu....
0 penitip luka:
Post a Comment
<< Kembali ke gerbang luka