aku malu pada pemuda itu. diusianya yang lagi hijau memupus, ia mampu menatap jalan yang lurus. orang pergi ke pasar, seorang ibu menanti kelahiran, seorang gadis yang berduka, bahkan kerumunan orang yang mengelilingi orang suci sekalipun tak membuatnya terhenti melakukan perjalanan. ia melangkah, terus dan terus. yang dituju adalah keheningan. di sana ia akan mencari dirinya sendiri. diri yang hilang. ego yang sepenuhnya belum tertundukkan.
aku, hingga kini belum sampai pada jalan yang kutuju, jalan yang sudah kutetapkan beberapa tahun silam. aku terhanyut pada ketakjuban-ketakjuban di setiap persimpangan jalan yang kulewati. di sana aku menghentikan langkahku, bermain-main, menangis, bersedih, tertawa, memasrahkan janji. aku berhasil melepaskan diri, kembali melanjutkan perjalananku, tapi dipersimpangan jalan aku terhenti oleh seorang tuan rumah yang ramah, yang memberiku tumpangan penginapan, memberiku rasa kenyaman. di lain waktu aku terlibat percakapan dengan pemuda cerewet, yang meluncurkan puluhan pertanyaan tanpa jemu, dan aku tetap meladeninya.
ah, betapa lemahnya aku ini. betapa rapuhnya diriku.
pemuda itu, malam ini seolah datang mengingatkanku. jalan terus,jangan pernah berhenti lagi, teguhkan ke naiatmu semula. hiduplah dengan jalanmu sendiri, hidupi dirimu sendiri, bunuh semuanya, tutup telinganmu, jalan dan lanjutkan perjalananmu.
terima kasih teman, sidharta murid kebenaran, sang pencari tanpa kenal lelah. meski separoh batinku memberontak, ada rasa yang tak bisa kutinggal,malam ini juga aku akan menutupnya. termasuk menutup buku dari mana kau mengetuk pintu sadarku. aku akan kembali meneruskan perjalanan.